Masuknya Islam Melalui Khilafah

[Segera Bangkit]
Islammasuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajahdatang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketikaitu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumaterasetidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, AcehDarussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masukke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas,Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang danKutai di Kalimantan. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultananDemak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalaminstitusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu.Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalaminstitusi kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelmamenjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secaramenyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut.



Institusi politik yang ada di Nusantara ini kelihatan memiliki hubungandengan Khilafah Islamiyah. Diantara yang menunjukkan hal ini adalahsaat Islam masuk ke Indonesia diantara para pengemban dakwahnyamerupakan utusan langsung yang dikirim oleh khalifah melalui walinya.Misalnya, pada tahun 808H/1404M pertama kali para ulama utusan SultanMuhammad I (juga dikenal sebagai Sultan Muhammad Jalabi atau Celebidari Kesultanan Utsmani) ke pulau Jawa (dan kelak dikenal dengan namaWalisongo). Setiap periode ada utusan yang tetap dan ada pula yangdiganti. Pengiriman ini dilakukan selama lima periode.

Sunan Maulana Malik Ibrahim (baca Sejarah Wali Songo

Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai.

Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim danMaulana Ishaq ke Tanah Jawa. Pada periode berikutnya, antara tahun1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yangwafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dariSamarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri RajaCampa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (SunanKudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja SiliwangiPajajaran (Sunan Gunung Jati). Mulai tahun 1463M makin banyak da’iulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindahtugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq denganDewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said(Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden MakdumIbrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra SunanAmpel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit.Banyaknya gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian yang berartiTuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa dakwah Islam sudahterbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit.Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu.

Hubungan tersebut juga nampak antara Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah.Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun 1563M, penguasa Muslim diAceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk meminta bantuan melawanPortugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebuttelah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah maumenolong mereka. Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang disibukkandengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta danSzigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelahtertunda selama dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yangterdiri dari 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkutpersenjataan dan persediaan untuk membantu masyarakat Aceh yangterkepung. Namun, sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba diAceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebihmendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah di Yaman.Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut selainmembawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata danperalatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasasetempat untuk mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalamberbagai arsip dokumen negara Turki.

Hubungan ini nampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatandiantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan Banten misalnya, tahun 1048 H(1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir olehSyarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu. Demikian pula Pangeran Rangsangdari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekah tahun1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad MaulanaMatarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasilmengirim utusan membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah. Hasil misike Mekah ini sangat sukses, sehingga dapat dikatakan kesultanan Bantensejak awal memang meganggap dirinya sebagai kerajaan Islam, dantentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan KhalifahTurki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar sultandari Syarif mekah.

Hubungan erat ini nampak juga dalam bantuan militer yang diberikan olehKhilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniridisebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer berupasenjata disertai instruktur yang mengajari cara pemakaiannya dariKhilafah Turki Utsmani (1300-1922). Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirimutusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. KhilafahTurki Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlahbesar alat tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim IImengirim sebuah armada ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan keYaman. Bahkan Snouck Hourgroye menyatakan, “Di Kota Makkah inilahterletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detikselalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk Muslimin diIndonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Bataviamembagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki. Di istambul jugadicetak tafsir al-Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkiliyang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, rajaseluruh orang Islam”. Sultan Turki juga memberikan beasiswa kepadaempat orang anak keturunan Arab di Batavia untuk bersekolah di Turki.Pada masa itu, yang disebut-sebut Sultan Turki tidak lain adalahKhalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Selainitu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh Deliar Noermengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia,terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjurutanah air, melihat stambol [Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah]masih senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yangkekuasaannya mungkin agaknya untuk sementara berkurang oleh adanyakekuasaan orang-orang kafir, tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagairaja dari segala raja di dunia. Mereka juga berpikir bahwa“sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan memberikanpenghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwaIslam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan KhilafahTurki Utsmani.

Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah,baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah Utsmaniyah telah nampakjelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh diKesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah, danpengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agungdari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah. Dengan mengacu pada formatsistem kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) padamasa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz.Jadi, wali yang berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahangelar melainkan pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinyapenguasa. Karenanya, penganugerahan gelar sultan oleh wali lebihmerupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam. Sementara itu, kelihatanAceh memiliki hubungan langsung dengan pusat khilafah Utsmaniyah diTurki.

Pergumulan Islam Politik
Dalam masa penjajahan, Belanda terus menguras kekayaanIndonesia. Dengan menggunakan dalih memajukan pribumi, Belandamendeklarasikan politik etis atau politik balas budi. Pada 17 September1901, Ratu Wilhelmina menetapkan kebijakan politik etis, yang meliputi:(1) irigasi (pengairan), (2) emigrasi, dan (3) pengajaran danpendidikan (edukasi). Namun, dalam prakteknya mereka menggunakan semuaitu untuk kepentingan mereka sendiri. Pemerintah Belanda membangunirigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda, dan emigrasi dilakukandengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untukdijadikan pekerja rodi. Sementara, dengan edukasi mereka mendidikkalangan priyayi hingga memiliki budaya Belanda dan menjadi kaki tanganBelanda dalam memerintah rakyat. Menarik komentar seorang Belanda, VanKol, “Sesungguhnya tidak ada apa yang disebut politik etis di tanahjajahan, karena tujuan politik colonial ialah eksploitasi bangsa yangterbelakang, walaupun tujuan yang sebenarnya sering disembunyikan dibelakang kata-kata indah”.

Selain menjadikan kalangan priyayi terdidik sebagai kaki tangannya,Belanda melakukan depolitisasi melalui Snouck Horgoronye. Salah satulangkah penting yang dilakukannya adalah infiltrasi pemikiran danpolitik melalui Snouck Hurgronye. Dia menyatakan dengan tegas bahwamusuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama melainkan Islam sebagaidoktrin politik. Dalam prakteknya Belanda melakukan: (1) memberanguspolitik dan institusi politik/pemerintahan Islam dan menghapuskesultanan Islam, (2) Soft power, yakni dengan menyebar para orientalisyang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuatKantoor voor Inlandsche zaken yang lebih terkenal dengan kantor agama(penasehat pemerintah dalam masalah pribumi).

Pertarungan Islam dengan sekuler terus berlanjut. Pada tanggal 16 Oktober 1905 berdirilah Sarekat Islam,bergerak secara nasional dan beranggotakan berbagai kalangan rakyat.Inilah mestinya tonggak kebangkitan Indonesia. Tapi, yang kinidisebut-sebut sebagai tonggak kebangkitan Indonesia justru Budi Utomoyang berdiri 1908. Padahal, semestinya adalah Sarekat Islam. Sebab,Budi Utomo digerakkan oleh para didikan Belanda dan bergerak hanya diJawa, Madura, dan Bali. Begitu juga, KH Ahmad Dahlan mendirikanMuhammadiyah tahun 1912 dengan melakukan gerakan sosial dan pendidikandengan basis Islam. Sementara Taman Siswa dengan basis sekulerdidirikan Ki Hajar Dewantara pada 1922. Sejatinya, KH Ahmad Dahlanlahsebagai bapak pendidikan bukan Ki Hajar Dewantara seperti saatsekarang. Semua ini memberikan gambaran pertarungan Islam dengansekulerisme untuk mengarahkan Indonesia terus terjadi.

Perjuanganterus berlanjut hingga menjelang kemerdekaan. Terjadilah perdebatansengit antara pejuang Islam yang menghendaki negara Islam dengankalangan sekuler yang menolak penyatuan agama dengan negara. Ringkascerita, yang terjadi adalah kompromi dengan lahirnya Piagam Jakarta 22Juni 1945 yang menyebutkan bahwa negara dibentuk berdasar kepada, ”Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”Sekalipun demikian, Ki Bagus Hadikusumo, pemimpin Muhammadiyah,menegaskan beliau tidak menyetujui rumusan tersebut. Kata-kata ’bagipemeluk-pemeluknya’ harus dihapus. Cukup, ’dengan kewajiban menjalankansyariat Islam’. Diproklamasikanlah kemerdekaan Indonesia pada 17Agustus 1945.

Ternyata, usianya hanya 1 hari. Sebab, pada 18 Agustus 1945 tujuh kata’dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’dalam Piagam Jakarta dicoret oleh Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia. Kejadian yang menyolok mata ini, dirasakan umat Islamsebagai suatu permainan sulap yang diliputi kabut rahasia.

Pada masa Soekarno, Islam dipinggirkan. Bahkan, Indonesia hendak diarahkan menjadi Nasakom (nasionalisme, agama dan komunisme).Isu syariat Islam dibungkam. Partai Masyumi yang gigih menyuarakanIslam dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno, pada akhir tahun1960 melalui Keppres Nomor 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960. Di benakorang Masyumi kala itu Soekarno adalah diktator bagi umat Islam. Dalambukunya berjudul Sarinah, Soekarno menyatakan kekagumannya kepada MustaKamal yang menerapkan sekulerisme di Turki.

Rezim berganti. Pada masa Soeharto, dibuatlah CSIS (Center forStrategic and International Studies) sebagai lembaga kajian dalammerumuskan dan memback-up konsep-konsep pembangunan Orde Baru denganberbagai rekayasanya. Islam disebut ekstrim kanan. Partai-partai Islamberfusi dengan tekanan penguasa ke dalam Partai Persatuan Pembangunan.Pancasila dijadikan satu-satunya ideologi bagi semua kekuatan politikdan UUD 1945 menjadi landasan operasionalnya dengan tafsiran ala OrdeBaru. Menurut pentolan Orde Baru Ali Moertopo, Ketuhanan Yang Maha Esasebagai sila pertama Pancasila, bukanlah tuhan sebagaimana dipahamiagama, melainkan tuhan dalam makna politik. Siapapun yang tegas-tegasmenyuarakan Islam dituduh melawan Pancasila, subversif dan dipandangmusuh negara. Sekulerisme terus menggempur Islam.

Peta Pergerakan Politik
Kekuatan politik di Indonesia  pada dasarnya dibagi menjadi beberapa kelompok :

Kelompok Pro Status Quo
Penguasa (Presiden & Wakil presiden), adalah kelompok yang secarakonstitusi telah mendapatkan kekuasaan dari rakyat melalui pemilutermasuk kelompok yang berada di lingkaran kekuasaan langsung (anggotakabinet), yang tentu loyal kepada presiden dan wapres yang telahmenunjuknya. Kelompok ini terdiri atas seluruh parpol utamanya: PartaiDemokrat, Partai Golkar, PKS dan PBB. Namun demikian tidak seluruhunsur partai memiliki loyalitas yang solid, baik secara personal maupunelemen partai. Misalnya pada PAN dan PKB serta PKS dan PBB

Kelompok pragmatis, adalah kelompok yang terlibat dalam lingkarankekuasaan karena kemampuan atau pengaruhnya. Kelompok ini saat inimenduduki jabatan-jabatan birokrasi di departemen, BUMN dan TNI Polriyang karena pengangkatannya memungkinkan Presiden dan Wapres punyaperan dan pengaruh. Termasuk dalam kelompok ini adalah paraintelektual, LSM, ormas dan media massa yang telah diuntungkan olehkekuasaan.

Kelompok Oposisi
a. Kelompok Oposisi Penguasa, adalah kelompok yang secara konstitusikalah dalam pemilu, yakni utamanya PDIP dan para politisi kritisseperti Drajad Wibowo dsb. Kelompok ini secara konstitusi sesungguhnyajuga ikut terlibat dalam pengambilan keputusan melalui kewenangannyadalam parlemen. Sikap oposisional kelompok ini lebih karena doronganrivalitas politik, bukan karena idealisme tertentu mengingat hal-halyang dikritisi juga dilakukan di masa Megawati jadi presiden. Karenanyamengharapkan kesungguhan dari kelompok ini akan sia-sia.

b. Kelompok Sosialis Nasionalis, adalah kelompok di tengah masyarakatyang dalam perjuangannya diikat oleh ikatan ideologi SosialisNasionalis. Jargon yang diusung adalah “anti penjajahan, antikapitalisme, anti liberalisme, anti intervensi asing.” Diantaranya,sejumlah LSM atau gerakan kiri seperti Jarkot, Forkot dan KelompokKajian seperti Prodem atau Indemo. Kelompok sosialis nasionalis umumnyamemiliki militansi yang cukup handal (khususnya utk lavel kaderlapangannya), rela berkorban, rela diperintah, sehingga untuk mendobrakkebekuan di masyarakat kelompok ini memiliki daya dobrak yang cukupkuat.

Kelompok Islam
a. Kelompok Islam Ideologis adalah kelompok yang secara konsistenberpegang teguh kepada ideologi (fikrah & thariqah) Islamsebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Kelompok Islam ideologismemiliki garis perjuangan yang konsisten, dengan menyiapkan kader yangakan menjadi pembela & penegak Islam. Dinamika politik (arusperubahan) yang berkembang di masyarakat dijadikan sebagai momen untukmenyadarkan umat. Kelompok ini secara riil berada di tengah-tengahmasyarakat, baik dalam kelompok ormas, jama’ah dakwah, maupun personal.Kelompok ini menjadi kelompok yang akan sangat menentukan di masa yangakan datang.

b. Kelompok Islam Pragmatis adalah kelompok Islam dan atau tokoh Islamdi masyarakat yang tidak memiliki garis perjuangan yang jelas. Kelompokdan tokoh Islam ini sangat mudah terpengaruh kepentingan atas dasarpragmatis, baik materi maupun kepentingan lainnya. Kelompok ini meskimemiliki semangat Islam tapi tidak didasarkan pada kesadaran ideologiyang kuat. Dalam pertarungan politik cenderung mengambil jalan selamatkarena yang penting buat mereka adalah bahwa kepentingan mereka(parpol, ormas, pesantren atau pribadi) tetap terjaga. Dengan tabiatyang seperti ini, bisa terjadi mereka berubah menjadi sangat mendukungperjuangan Islam ideologis bila perjuangan itu sangat prospektif yangnyatanya didukung oleh kekuatan politik signifikan. Tapi sebaliknyapada kadar tertentu, kelompok semacam ini bisa berbahaya, karena secaralahiriyah tampak mewakili kaum muslimin tetapi pada hakekatnya berjuanguntuk diri mereka sendiri

0 comments:

Posting Komentar